Buah jeruk memiliki tiga musim, dengan berbagai jenis, warna dan ukuran yang membanjiri toko buah di setiap musim dingin. Jeruk manis, limun, limau, jeruk bali, jeruk peras, jeruk keprok, jeruk mandarin —varietasnya sangat berlimpah. Buah-buahan ini berasal dari banyak tempat di sekitar Mediterania, dari Afrika dan Brasil. Tempat asalnya adalah India, Tiongkok Selatan dan Indonesia. Pelaut Portugis membawa buah-buahan ini ke Eropa untuk pertama kalinya pada abad 17.
Semua jenis jeruk ini memiliki satu hal yang sama: mengandung Vitamin C dosis tinggi khususnya jeruk manis dan jeruk keprok. Inilah salah satu alasan ilmu kedokteran mempertimbangkannya sebagai media sempurna untuk mencegah rasa dingin di musim dingin. Diyakini, dengan mengonsumsi buah jeruk, akan mem-punyai pengalaman tidak terlalu menderita rasa kedinginan Tetapi vitamin C bukan satu-satunya nutrisi yang ber-harga di dalam buah jeruk. Jeruk juga mengandung vitamin B dengan porsi yang menyehatkan (penting untuk pembentukan darah dan metabolisme) juga kalsium potassium. Potasium menurunkan gula darah dan meningkatkan pertumbuhan sel, kalsium menjamin tulang dan gigi menjadi kuat.
Kandungan asam askorbat dalam buah-buahan mendorong penyerapan kalsium. Disamping meredakan rasa lapar dengan lebih rendah kalori dan lemak, buahbuahan juga meningkatkan pencernaan menjadi lebih baik. Sayangnya, ilmu pengetahuan modern telah menambahkan zat-zat negatif kedalam buah-buahan, terutama bahan pengawet untuk menjamin buah berada pada kondisi terbaik saat masuk pasar. Yang paling buruk dari zat-zat ini adalah thiabendazole (E233), yang digunakan untuk mencegah rusaknya bentuk buah. Rekomendasi yang diberikan oleh praktisi medis adalah menghindari dicernanya residu (zat sisa buangan) pada kulit buah, dan mencuci semua bagian buah secara baik dengan air hangat dan memegang buah dengan menggunakan serbet yang bersih sebelum mengupas atau memerasnya menjadi jus. Tentu saja masih ada sisa yang ikut termakan juga, namun demikian telah berkurang kadarnya. Buah tanpa zat pengawet lebih mahal dan nampaknya lebih cepat rusak/busuk, tetapi orang dapat memanfaatkan kulit tanpa khawatir (seperti menjadikan selai, atau manisan, atau menambah penyedap dalam minuman musim panas atau saus dan pudding)